SEMARANG – Setelah launching buku beberapa kali, ini untuk kali pertama Mokhamad Abdul Aziz, Ketua Umum PW GPII Jawa Tengah yang juga Direktur Eksekutif Monash Institute, launching buku yang bertajuk fiksi, yakni buku novel. Launching ini dilakukan di era pandemi Corona, dengan memperhatikan protokol kesehatan, dan juga disiarkan langsung melalui akun media sosial Instagram.
Karya
fiksi perdana yang ditulis oleh mahasiswa program doktoral UIN
Walisongo Semarang itu berjudul “Kembali ke Masa Depan: Pengkhianatan
Cinta dan Kemurnian Cita”. Novel tersebut dilaunching bersamaan dengan
peluncuran Kartini Hijab yang bertempat di Daar al-Qalam III Monash Institute
Semarang, pada Selasa (03/08).
Mokhamad
Abdul Aziz, penulis novel Kembali Ke Masa Depan menuturkan bahwa menulis
buku, baik fiksi maupun non fiksi itu bisa dilakukan oleh siapa saja.
“Menulis
itu tidak sulit-sulit amat. Apalagi bagi kita yang terbiasa dengan kegiatan
literasi, tentu menjadi biasa saja. Asalkan mau meluangkan waktu membaca,
lalu berkotemplasi, kalau perlu didiskusikan, dan hasilnya dituangkan dalam
bentuk tulisan, maka jadilah sebuah tulisan yang impresif. Termasuk menulis
fiksi. Perasaan lebih banyak hadir, jadi mungkin lebih bebas, ya,” tegas Aziz.
Aziz
mengungkapkan, novel ini ditulis tidak lebih dari 14 hari pada saat suasana
Idul Fitri saat pandemi, yang memaksa sebagian disciples mengurungkan niatnya
untuk pulang kampung.
“Mencari
hikmah “di rumah aja”. Alhamdulillah, berhasil dapat satu novel. Cukup menjadi
obat, karena tidak bisa berlebaran dengan keluarga di rumah sebagaimana ada
yang ada sebelumnya,” kata pria asal Rembang itu.
Karya
disciple 2011 Monash Institute ini mendapat apreasiasi dari berbagai kalangan.
Pengasuh Monash Institute Dr Mohammad Nasih al-Hafidh mengapresiasi karya salah
satu disciple di Monash Institute itu. Sebab, ini merupakan karya fiksi perdana
dari disciple Monash Institute.
“Dari
sekian banyak disciple Monash Institute, belum ada yang pernah nulis novel
sampai dibukukan. Ini merupakan salah satu contoh baik yang patut ditiru oleh
seluruh disciple, agar selalu produktif,” ucap Nasih.
Tanpa
diduga-duga, ternyata Nasih juga pernah menulis novel. Ia menuturkan, waktu
masih remaja, ia pernah menulis novel, tapi sayangnya tidak sampai dibukukan.
Masih disimpan, katanya. Menurut Nasih, menulis novel adalah bukti orang pernah
jatuh cinta.
“Kesimpulan saya: orang yang tidak pernah menulis, patut dicurigai tidak pernah jatuh cinta dengan serius. Kalau kalian punya cinta yang serius, minimal harus punya satu novel,” pungkas Nasih.
0 Komentar