Santri, sebuah kata sederhana yang mana menurut Nur Cholis Majid
(Cak Nur) berasal dari kata sastri, bahasa
sansekerta artinya melek huruf. Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia, santri adalah
seseorang yang mengikuti kemana guru pergi. Sehingga, menurut para ahli, santri
adalah panggilan untuk seseorang yang yang sedang menimba ilmu pendidikan agama
Islam selama kurun waktu tertentu dengan jalan menetap di pondok pesantren.
Santri banyak dinilai sebagai public figur yang
dituntut untuk mampu berperan dalam memajukan ruh keagamaan di masyarakat.
Namun, label santri tak kadang juga menjadi cemoohan banyak orang karena
dianggap ketinggalan zaman, kurang pergaulan, gagap teknologi, dan sebagainya.
Pesantren merupakan media pembelajaran
yang berbeda dengan lembaga pendidikan pada umumnya. Sering kali kebanyakan
orang memiliki pemikiran bahwa pesantren adalah sekolah seperti penjara atau
mungkin sebaliknya, penjara berkedok sekolah. Namun, sepanjang sejarah
kehidupan masyarakat, keberadaan pesantren selalu menjadi bagian yang penting,
bahkan selalu dinantikan setiap kalangan. Asumsi ini muncul mengingat peran
santri dalam membangun negeri sudah tidak diragukan lagi. Hal ini terlihat dari
kontribusi nyata yang banyak disumbangkan oleh para santri dalam membangun
peradaban yang lebih baik.
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa pesantren
tidaklah seburuk dengan apa yang dinilai kebanyakan orang. Salah satunya adalah
sumbangsih yang signifikan bagi perkembangan bangsa Indonesia. Zaman dahulu
pesantren dikenal sebagai sebuah lembaga pendidikan yang hanya berkutat pada
masalah agama, sehingga kurang diperhatikan pemerintah. Namun, zaman sekarang
tentunya agak berbeda, diantaranya banyak pesantren yang mencoba
mengkombinasikan antara ilmu umum dan agama. Bahkan banyak pesantren yang
membekali santrinya dengan life skill (kecakapan hidup).
Sehingga, pesantren dapat dijadikan kekuatan dalam menapaki sebuah zaman
yang semakin gila ini.
Dewasa ini, pesantren juga banyak dilirik
oleh pemerintah, sebab mengingat peran pesantren yang banyak memberikan kontribusi
sejak zaman penjajahan sampai era reformasi. Kontribusi nyata tersebut
salah satunya adalah pesantren dianggap lebih berhasil dalam mebangun akhlak
(budi pekerti) manusia, dibanding dengan lembaga formal (sekolah). Selain itu,
tak sedikit pula santri yang mempunyai andil besar dalam catatan sejarah
kemerdekaan Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya santri yang berperan
sangat menonjol dalam membantu merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan
penjajah. Misalnya saja Pangeran Diponegoro, Kyai Mojo, Sultan Hasanuddin, Imam
Bonjol, dan para pahlawan nasional yang berlatar belakang Islam lainnya. Mereka
memiliki semangat dan kontribusi yang tinggi untuk Indonesia, tentu saja dengan
banyak belajar dan menimba ilmu dari pesantren.
Disisi lain, Indonesia saat ini tengah
mengalami degradasi kepemimpinan yang mana belum menunjukkan terealisasinya
kemajuan bangsa yang signifikan. Bahkan realitanya, kondisi negara Indonesia
saat ini semakin terpuruk lebih jauh dari masa orde baru. Oleh karena
itu, disinilah salah satu peran santri dalam membangun negeri ini menjadi
lebih baik. Indonesia membutuhkan sosok figur pemimpin yang tak hanya mengerti
masalah umum dan keagamaan, namun juga mengerti bagaimana menghadapi tantangan
kehidupan. Hal ini tentu sudah didapatkan santri ketika mengenyam pendidikan di
pesantren. Sehingga, tak tak bisa dipungkiri lagi bahwa seorang santri bisa
dijadikan sosok pemimpin yang ideal. Buktinya saja, banyak lulusan pesantren
yang telah berhasil menjadi pemimpin dan tokoh pejuang Indonesia,
diantaranya K.H Ahmad Dahlan, K.H Hasyim Asy’ari, Lukman Hakim Syaifudin
(Menteri Agama Indonesia), dan masih banyak lagi.
Kini peperangan melawan penjajah memang telah
usai. Tiada pula desingan peluru dan suara gemuruh bom atom yang mengancam jiwa
penduduk Indonesia. Bangsa Indonesia telah mampu menikmati kemerdekaan yang
telah diperoleh dari pejuang masa lalu. Namun, resolusi jihad seperti yang
dilakukan oleh para pejuang dahulu masih perlu dilaksanakan kembali, tentu saja
dalam konteks yang berbeda. Jihadpun tidak melulu identik dengan perang.
Bahkan, perang melawan kemiskinan, korupsi, kebobrokan moral, juga termasuk
jihad. Dalam Al-Qur’an dan Hadits pun banyak diterangkan mengenai jihad dalam
pemaknaan yang lebih luas. Misalnya saja melawan hawa nafsu, membantu tetangga
yang mengalami kesulitan, berbakti kepada orang tua, dan lain sebagainya
merupakan berbagai macam bentuk jihad yang bisa dilakukan sehari-hari.
Tuntutan pemecahan masalah keagamaan,
kemasyarakatan, maupun kenegaraan merupakan masalah yang harus dipecahkan oleh
para santri masa kini. Dengan bermodalkan ilmu pesantren yang telah dimiliki
santri, harapannya bisa menjadikan bekal yang cukup dalam mencetak generasi
penerus bangsa Indonesia yang hebat. Tentunya tidak hanya bermodalkan kecerdasan
fikiran saja, akan tetapi dengan kemampuan life skill yang
telah dimiliki santri sejak masih dilingkungan pesantren. Baik kemampuan dalam
bidang pendidikan, wirausaha, politik, sosial, kemasyarakatan, dan lain
sebagainya. Sehingga, nilai-nilai yang telah diajarkan oleh para Kyai dan guru
dalam pesantren dapat diimplementasikan secara optimal. Wallahu A’lamu
bi As-Shawwab.
Khanifatul Azizah, Wakil Ketua PD GPII Magelang
0 Komentar