Subscribe Us

header ads

Kontekstualisasi Jihad Santri

Oleh : Mufidatul Munawaroh*
Sejak 2015, bangsa Indonesia memperingati 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Ini berarti pada 2017 adalah kali ketiga Hari Santri Nasional diperingati di Indonesia. Momentum Hari Santri Nasional disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat khususnya kalangan Santri. Runtutan kegiatan dan acara-acara besar mulai tingkat desa hingga tingkat nasional dirayakan dengan meriah disetiap daerah.
Dalam KBBI kata Santri didefinisikan: 1) Orang yang mendalami ilmu agama Islam 2) Orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh; orang saleh. Secara umum Santri adalah sebutan bagi seorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai (Wikipedia). Pengertian dari segi bahasa, banyak versi yang menyebutkan pengertian santri. Menurut C.C Berg, kata santri berasal dari kata india ‘shastri’ yang berarti ‘orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci’. 
Dalam buku The Religion of Java yang ditulis oleh Prof. Dr. Clifford Geertz seorang ahli antropologi budaya dari Amerika yang meneliti kebudayaan Jawa, kemudian membagi masyarakat Jawa menjadi tiga golongan yaitu Abangan, Santri, dan Priyai. Golongan Abangan adalah para penduduk desa seperti petani yang masih menerapkan pola tradisi Jawa dan masih mempercayai hal-hal mistis dalam kehidupan mereka. Priyayi adalah kaum bangsawan yang kebanyakan tinggal di kota, mereka adalah kaum yang menekankan aspek-aspek Hindu dan diasosiasikan dengan unsur birokrasi. Sedangkan kaum Santri dimanifestasikan dalam pelaksanaan yang cermat dan teratur, ritual-ritual pokok agama Islam, seperti kewajiban shalat lima kali sehari, shalat jum’at, puasa selama bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah Haji. Santri berada diantara golongan abangan dan Priyai. Santri yang tinggal di kota kebanyakan berprofesi sebagai pedangang, sedangkan Santri yang tinggal di desa berprofesi sebagai petani.
Ada juga yang mendefinisikan kata santri merupakan singkatan dari 5 huruf Arab: Sin, Nun, Tha’, Ra’ dan Ya. Huruf Sin, kepanjangan dari syaafiqul khairi (pelopor kebaikan). Nun kepanjangan dari naasibul ‘ulamaa (penerus ulama). Ta’ kepanjangan dari taarikul ma’aashi (orang yang meninggalkan kemaksiatan). Ra’ kepanjangan dari radiyallahi (ridho Allah). Dan Ya’ adalah kepanjangan dari al- yaqiinu (keyakinan).
Peranan para santri dalam perjuangan Bangsa Indonesia tak terelakan. Para santri mengambil posisi yang sangat penting dalam perjuangan membela dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Para pahlawan kemerdekaan juga banyak berasal dari kalangan santri. Lantas, seberapa vitalkah peran santri dalam perjuangan Bangsa Indonesia hingga ditetapkan adanya Hari Santri Nasional pada setiap tanggal 22 Oktober? Sejarah tak mau menutupi, para pahlawan kemerdekaan juga banyak berasal dari kalangan santri. Nama-nama tokoh besar dari kalangan santri diantaranya adalah Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Bung Tomo, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Jendral Soedirman, Buya Hamka, Wahid Hasyim dan masih banyak lagi. Nama-nama mereka tercatat rapi dalam lembaran sejarah Indonesia. Mereka adalah contoh santri yang sangat total mengabdi untuk bangsa. Bahkan mereka tak segan menyerahkan jiwanya demi mempertahankan bangsa Indonesia.
Jika mau menengok sejarah masa lalu, 17 Agustus 1945 adalah hari paling bersejarah Bangsa Indonesia. Baru beberapa bulan menikmati kemerdekan, tentara sekutu dengan diboncengi tentara kolonial belanda yang mengatasnamkan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) kembali datang ke Indonesia. Kedatangan mereka menyebabkan terjadinya keresahan dikalangan rakyat. Oleh karena keresahan tersebut atas saran Jendral Soedirman, Bung Karno mengirim utusan menemui KH. Hasyim Asy’ari meminta fatwa bagaimana hukum orang yang berjihad dengan tujuan membela tanah air yang notabene Indonesia bukanlah negara Islam. 
Setelah mengadakan pertemuan dengan para Kyai se Jawa-Madura pada tanggal 21 & 22 Oktober 1945, akhirnya KH. Hasyim Asy’ari menyerukan Jihad dengan mengatakan bahwa “Membela Tanah Air dari penjajah hukumnya Fardlu’ain atau Wajib bagi setiap orang.” Seruan Jihad inilah yang kemudian membakar semangat rakyat dan para santri untuk ikut mengangkat senjata melawan penjajah. Terbukti dengan meletusnya pertempuran di Surabaya selama tiga hari yang kemudian disusul perang besar hingga tiga mainggu di Surabaya yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan tanggal 10 November. Pertempuran dasyat itu tidak lain berakar dari seruan Jihad (Resolusi Jihad) untuk membela tanah air dari penjajah.
Jihad boleh diartikan berjuang membela Agama Allah yaitu Islam dan memerangi kaum kafir. Jika demikian, lalu bagaimana dengan Resolusi Jihad yang tujuanya adalah membela dan mempertahankan tanah air sementara Indonesia bukanlah negara Islam. Apakah itu disebut Jihad? Tentu saja IYA. Walaupun Indonesia bukanlah negara Islam, namun ummat islam ada di Indonesia. Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan, para pejuang memerangi penjajah yang merupakan orang-orang kafir. Tentara Inggris dan kolonial Belanda adalah orang-orang kafir yang ingin kembali menguasai Indonesia. Jika nantinya Indonesia jatuh ketangan penjajah, itu artinya Islam pun akan ikut dikuasai oleh orang-orang kafir. Oleh karenanya, Jihad membela Tanah Air sama artinya dengan Jihad membela agama Allah.
Di era revolusi seperti sekarang ini, sudah tidak ada perang fisik yang melibatkan pertempuran mengangkat senjata. Perang yang dihadapi saat ini adalah pertempuran mental menghapi perkembangan zaman yang kian berat dan menyesatkan bagi orang-orang awam. Kaum Santri yang dulu juga ikut berjuang dalam pertempuran dahsyat dengan para penjajah saat ini juga dihadapkan pada perang yang lebih dahsyat melawan kekacauan zaman saat ini. Santri juga seharusnya mampu berjuang berperang melawan kebodohan agar tidak gampang ‘dibodohi’ dengan sungguh-sungguh belajar. Belajar bukan hanya tentang ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu yang mendukung jihad diera modern saat ini. Santri harus menyertakan niat berjihad dalam segala aspek tindakan yang dikerjakanya.
Resolusi Jihad memuat makna penting bagi Bangsa Indonesia. Berjihad membela bangsa bukan hanya berjuang semata demi hanya untuk kepentingan negara. Tetapi juga untuk Berjihad membela Agama Allah (Islam). Eksistensi Hari Santri harus benar-benar diresapi oleh semua kalangan terutama para Santri. Hari Santri Nasional tidak cukup hanya disambut dengan ceremoni-ceremoni meriah disana-sini. Tetapi lebih pada tindakan nyata dalam perjuangan berjihad membela negara dan membela agama Allah.
*Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang.


Posting Komentar

0 Komentar