Oleh Alfi husnia Fitri |
Berbicara soal
paham radikalisme sering dikaitkan dengan kekerasan dan pembantaian. Fenomena radikalisme yang sedang menjamur pada era modern ini
tentu merupakan hal yang memperihatinkan. Radikalisme sendiri ialah paham yang
menghendaki perubahan, pergantian, dan penghacuran tentang suatu tatanan yang
sudah berjalan ditengah masyarakat sampai pada akarnya. Disinilah perlunya
peranan pesantren untuk melumpuhkan paham radikalisme. Yang mana paham
radikalisme diisi oleh orang-orang yang berwawasan sempit.
Paham radikalisme adalah musuh dalam selimut. Dimana sudah
dijelaskan diatas bahwa paham radikalisme penghancur suatu tatanan di tengah
masyarakat. Yang bagaimana di dalam Islam berarti penyempitan pemahaman pada
kekayaan khasanah Islam. Tentu saja paham radikalisme harus di lumpuhkan dimana
ini adalah paham yang sempit dan keliru.
Dalam hal ini pesantrenlah yang sangat penting untuk
meneguhkan nilai-nilai agama dan memperluas tentang ilmu agama. Dimana
akhir-akhir ini persoalan radikalisme menjadi persoalan di banyak negara tidak
terkecuali di Indonesia. Yang mana survey tahun 2010 bahwa penduduk Indonesia
87% nya adalah penduduk muslim. Bukan tidak mungkin negara yang mayoritas
muslim ini akan terjadi paham radikalisme jika di dalamnya banyak orang-orang yang
berwawasan sempit tentang agama.
Inilah pentingnya peran suatu pesantren untuk menerapkan
ajaran agama secara luas. Yang mana agama Islam ialah agama rahmatan lil’alamin
yang artinya agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan. Tetapi tidak sedikit
orang yang berpemahaman sempit sering keliru dengan pendefinisian tentang
agama. Dalam hal ini munculah bibit-bibit tentang paham radikalisme. Seperti
fenomena ISIS di Timur Tengah. Yang mana ingin menolak adanya negara dan
digantikan dengan sistem khalifah yang bersifat stateless. Yang sangat
bertentangan dengan ideologi negara ini yaitu pancasila.
Sedangkan peringatan terhadap paham-paham radikal ini pernah
diingatkan Nabi sejak zaman dahulu. Seperti hadist yang penulis kutip dari buku
“Islam Radikal” karangan Dr. Usamah Sayyid Al-Azhary pada sub-tema “Penghafal
Al-Qur’an menjadi Radikal, mengangkat senjata dan menumpahkan darah.” Berikut hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Hudzaifah
R.A.:
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah seseorang yang membaca Al-quran hingga terlihat kebesaran Al quran pada dirinya. Dia senantiasa membela Islam. Kemudian ia mengubahnya, lantas ia terlepas darinya. Ia mencapakkan Al-quran dan menemui tetangganya dan membawa pedang dan menuduhnya syirik. Saya (Hudzaifah) bertanya: ”Wahai Nabi Allah, siapakah diantara keduanya yang lebih berhak atas kesyirikannya, yang dituduh ataukah yang menuduh? Beliau menjawab: ”Yang menuduh”. (HR.Bazzar)
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah seseorang yang membaca Al-quran hingga terlihat kebesaran Al quran pada dirinya. Dia senantiasa membela Islam. Kemudian ia mengubahnya, lantas ia terlepas darinya. Ia mencapakkan Al-quran dan menemui tetangganya dan membawa pedang dan menuduhnya syirik. Saya (Hudzaifah) bertanya: ”Wahai Nabi Allah, siapakah diantara keduanya yang lebih berhak atas kesyirikannya, yang dituduh ataukah yang menuduh? Beliau menjawab: ”Yang menuduh”. (HR.Bazzar)
Pentingnya Peran Pesantren dalam Menenggelamkan Paham
Radikalisme
Karena rata-rata masyarakat sekarang pada umumnya memiliki
pendidikan agama yang rendah. Maka dari itu rentan terjadinya paham
radikalisme. Peranan pesantren dalam hal ini tentu akan sangat penting untuk
menggait hati masyarakat untuk mau belajar di pesantren dan mengenal agama
Islam lebih luas. Dalam hal ini jika masyarakat berpandangan luas tentang agama
akan kecil kemungkinan menganut paham radikalisme.
Di dalam pesantren, kyai mendidik santrinya agar mengetahui
dasar-dasar keberagaaman yang bersifat hubungan langsung kepada Allah atau
kepada sesama manusia. Pendidikan yang diselenggarakan pesantren memberikan
dasar keagamaan yang selalu berani melawan setiap penjajahan. Seperti penulis
kutip dari makalah yang dipresentasikan oleh Dr. Muhammad Murtadho pada salah
satu workshop tentang Radikalisme.
Dalam makalah tersebut diterangkan bahwa Pesantren meletakkan
dasar pemahaman tentang lima dasar hak seorang manusia (al-huquq
al-insaniyyah fi al islam) yaitu, penghargaan terhadap kebebasan dalam
beragama (hifdz al-din), penjagaan terhadap akal pikiran (hifdz alaql),
penjagaan terhadap jiwa, hak hidup dan hak harga diri (hifdz al –nafs wa al
irdl), penjagaan terhadap kepemilikan harta benda yang didapatkan secara
halal (hifdz L-Ml), dan hak menjaga keturunan (hifdz al-nasl).
Kelima hak dasar tersebut senantiasa dipegang teguh oleh para
santri. Pesantren selalu siap menghadapi siapapun yang berani melawan hak dasar
tersebut. Penjajah yag datang dan terangterangan melanggar hak-hak diatas, yang
saat ini sering disebut sebagai hak asasi manusia, maka pesantren berani
menghadapi atau melawannya. Pesantren memiliki keyakinan yang teguh untuk
berdiri di garda depan dalam menegakkan lima hak dasar tersebut.
Pendidikan di pesantren juga memberikan dasar dalam hubungan antar manusia dalam berbangsa. Pesantren menyampaikan setidaknya tiga model persaudaraan. Yaitu, persaudaraan didasarkan antar manusia (Ukhuwwah insaniyyah atau ukhuwah basyariyyah), persaudaraan
sesama kaum muslimin (ukhuwah islamiyyah), dan persaudaraan karena hidup sebagai sesama warga Negara (ukhuwah wathoniyyah). Ketiga persaudaraan tersebut terikat kuat dalam benak setiap santri yang mengenyam pendidikan pesantren.
Pendidikan di pesantren juga memberikan dasar dalam hubungan antar manusia dalam berbangsa. Pesantren menyampaikan setidaknya tiga model persaudaraan. Yaitu, persaudaraan didasarkan antar manusia (Ukhuwwah insaniyyah atau ukhuwah basyariyyah), persaudaraan
sesama kaum muslimin (ukhuwah islamiyyah), dan persaudaraan karena hidup sebagai sesama warga Negara (ukhuwah wathoniyyah). Ketiga persaudaraan tersebut terikat kuat dalam benak setiap santri yang mengenyam pendidikan pesantren.
Lebih tegasnya dapat disimpulkan bahwa Pesantren akan membela
negara melalui beberapa bentuk. Pertama, menguatkan wacana nasionalisme. Karena
secara psikologis generasi muda kita berada dalam pencarian jati diri, dalam
kondisi jiwa seperti itu kemunculan wacana pengembangan pendidikan bela negara
dapat menjadi solusi dan jawaban kegalauan yang mereka rasakan. Kedua, tampil
didepan untuk meneguhkan komitmen nasionalisme. Ketiga, melakukan pendidikan
yang serius kepada santri dan umat tentang kewajiban berperan akif dalam
memerangi paham-paham yang merongrong kesatuan NKRI.
Penulis mengapresiasi pemerintah yang telah menetapkan 22
Oktober sebagai Hari Santri Nasinal melalui Keputusan Presiden Nomor 22 tahun
2015. Disana pemerintah secara langsung mengakui bahwa pesantren memiliki peran
strategis dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan. Pesantren menjadi
pengawal setia Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika, dan Konstitusi UUD 1945. Perhatian kepada pesantren inilah yang menurut
penulis perlu terus ditingkatkan. Pesantren memiliki peranan penting dalam
melumpuhkan radikalisme. Radikalisme seringkali lahir dari pemahaman agama yang
sempit dan dari satu sumber saja. Berbeda dengan pesantren yang sejak awal
mengajarkan berbagai multidisiplin ilmu agama Islam dan terutama mengenalkan
beragam pendapat dan pertentangan dalam agama, namun tetap berusaha
menghormatinya sebagai kekayaan literatur Islam.
0 Komentar