Subscribe Us

header ads

Mengawal Kesaktian Pancasila

Pancasila merupakan ideologi dan dasar negara Indonesia. Dewasa ini, banyak kalangan yang memperbincangkan kembali relevansi Pancasila dengan kondisi bangsa saat ini. Pancasila kini mulai terpinggirkan dari kancah pergaulan kebangsaan. Bahkan, seolah-olah Pancasila hanya menjadi serentetan kata-kata mati yang tak bernilai. Pancasila sudah tidak lagi menjadi sumber tindak-tanduk anak bangsa dalam hidup berbangsa dan bernegara. Semuanya ditabrak demi terwujudnya syahwat pribadi dan kelompok tertentu tanpa memikirkan akibat yang akan timbul bagi keberlangsungan negeri ini.

Dalam lembaran sejarah telah dicatat bagaimana Partai Komunis Indonesia (PKI) mencoba untuk mengubah ideologi pancasila ini menjadi ideologi komunis. Berbagai upaya mereka lakukan, mulai dari genjatan senjata hingga masuk ke dalam konstelasi politik. Alhasil, upaya yang mereka lakukan, gagal, karena kala itu seluruh elemen masyarakat, baik dari kalangan aktivis mahasiswa, organisasi masyarakat (ormas) Islam, maupun kalangan tentara, bersatu menjaga pancasila dari ancaman PKI.

Baru-baru ini, ada juga kelompok umat Islam yang bernama Hisbut Tahrir Indonesia (HTI) yang coba mengganti ideologi bangsa ini dari Pancasila menjadi ideologi Islam atau dengan kata lain ingin mendirikan negara khilafah. Gerakan ini tentu muncul bukan tanpa sebab. Menurut hemat penulis, setidaknya ada dua faktor penyebab gerakan ini muncul, yaitu karena miskonsepsi terhadap ideologi pancasila dan/atau sudah tidak percaya terhadap kesaktian pancasila, karena melihat realitas yang ada.

Miskonsepsi terhadap idoelogi pancasila ini bisa dikatakan sebagai wujud arogansi dari kalangan umat Islam yang tidak memahami Islam secara komprehensif, sehingga tidak tahu bahwa dalam Pancasila terdapat nilai-nilai keIslaman yang telah dibungkus dengan sedemikian rupa oleh para ulama yang ikut terlibat dalam mendirikan bangsa ini. Dengan bungkus inilah kemudian, pancasila dapat diterima oleh kalangan non muslim kala itu.

Hiilangnya kepercayaan terhadap kesaktian pancasila ini disebabkan oleh prilaku para pejabat yang tidak mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam tindak tanduknya, sehingga korupsi terjadi di mana-mana, ketimpangan sosial makin meningkat, hukum tebang pilih, dan lain-lain. Atas dasar dua dua faktor inilah, HTI menawarkan solusi untuk mengganti ideologi pancasila menjadi idologi Islam dengan sistem pemerintahan khilafah yang berpusat pada satu pemimpin.

Jika ditela’ah lebih dalam, konsep khilafah yang ditawarkan HTI ini sedikit keliru. Sebab, jika berkaca pada sejarah peradaban Islam, Rasulullah Saw. sebagai presiden pertama dunia telah memberikan contoh kepemimpinan Islami yang dapat merangkul seluruh umat beragama pada waktu memimpin di negara Madinah. Dalam kepemimpinannya, ia membuat sebuah peraturan/perjanjian yang disebut piagam Madinah.  Sebuah piagam yang menjamin kebebasan umat beragama, sehingga umat non muslim dapat hidup dengan aman dan tentram bersama umat muslim. Artinya, negara Indonesia yang kulturnya hampr sama dengan negara Madinah,  tidak harus berbentuk negara Islam, melainkan cukup dengan mengamalkan nilai-nilai keislaman dalam setiap produk hukumnya.

Kendati demikian, Indonesia bukanlah negara yang memisahkan antara agama dengan negara atau yang disebut dengan istilah negara sekuler. Hal ini dapat dibuktikan dengan  melihat kandungan Pancasila yang memuat nilai-nilai keislaman yang dibungkus dengan sedemikian rupa.  Di sisi lain, negara kebangsaan Indonesia yang ber-Pancasila juga bukan negara agama (paham Theokrasi) atau negara yang berdasarkan atas agama tertentu. Negara Pancasila pada hakekatnya adalah negara kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara yang memilki sifat kebersamaan, kekeluargaan, dan religiusitas.

Tidak dapat dipungkuri bahwa sikap apatisme umat Islam sebagai komposisi terbesar pembentuk negeri ini menjadi faktor yang kemudian mempengaruhi eksistensi Pancasila. Tidak sedikit umat Islam yang masih salah tangkap dalam memahami Pancasila dan tidak sedikit pula yang membuat sekat antara mengamalkan ajarannya – Islam – dengan mengamalkan pancasila, sehingga seolah-olah berjalan masing-masing. Akibatnya, Pancasila sebagai ideologi yang semestinya menjadi sumber nilai masyarakat malah justru jauh dari masyarakat itu sendiri.

Padahal Islam adalah ajaran rahmatal lil’alamin. Islam adalah agama universal yang mempunyai makna dapat melewati batas waktu, ruang, dan konteks/bisa berlaku kapanpun, di manapun dan bagi siapapun. Agama Islam pula adalah agama yang tidak tergantung pada sejarah dan budayat umat manusia, sekalipun itu para Nabi-Nya. Walaupun diakui atau tidak para Nabi berperan besar dalam memberi segala contoh pemahaman dan pengalamannya.

Di samping munculnya sikap apatisme dan keraguan yang timbul dari internal bangsa ini, tidak bisa dinafikan, kita pula dihadapkan pada tantangan dari dunia luar yang hendak melakukan ekspansi ideologi dan menanamkan serta menerapkannya di negeri ini, sehingga jika anak bangsa, terkhusus generasi milenial dan segenap elemen negeri ini tidak bersinergi untuk bahu membahu dalam mengawal kesaktian Pancasila, maka tidak menutup kemungkinan apa yang dikhawatirkan para founding father, yaitu Pancasila akan tergantikan dan rakyat kembali terjajah.

Sebagai generasi milenial yang sadar akan tugas dan tanngungjawab yang diemban, maka sudah sepatutnya menjaga kesaktian Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa ini dan menginternalisasikan nilai-nilai pancasila ke dalam laku berbangsa dan bernegara. Kompatibilitas Pancasila dan Islam sudah tidak dapat diragukan lagi, karena dari setiap butir Pancasila mengandung nilai-nilai keislaman. Selain itu, Pancasila dapat berfungsi dan berperan untuk mempersatukan bangsa dan menangkal segala macam ideologi negara luar yang mencoba masuk ke dalam negeri ini. Wallahu a’lam bi al-shawab

Oleh: Abdurrahman Syafrianto, S.H.,  Depatemen Bidang Hukum dan HAM PW GPII Jawa Tengah,  Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Negeri Semarang (UNNES)

Sumber: Baladena.id

Posting Komentar

0 Komentar