Pada hakekatnya, manusia diciptakan
Allah SWT sebagai mahluk yang paling sempurna di antara semua mahluk
ciptaan-Nya. Salah satu bukti nyata adalah dengan diberikanya akal, jiwa, nafsu
dan raga yang sempurna yang tidak pernah dimiliki oleh mahluk selain manusia.
Dengan akal, manusia mampu membedakan hal baik dan buruk untuk menjalani
kehidupannya. Dengan nafsu, menusia memiliki kecenderungan dan semangat yang
tinggi untuk menggapai apa yang menurutnya baik. Hingga malaikat pun
diperintahkan Allah SWT untuk bersujud memberi penghormatan kepada manusia.
Seorang profesor dari
Amerika menulis buku yang berjudul “Rahasia Penciptaan Manusia”, mengemukakan
bahwa sesungguhnya banyak serangga kecil seperti semut yang melakukan aktivitas
tertentu dalam bidang pertanian dan peternakan. Juga ada beberapa serangga yang
memelihara serangga yang lain, yang mempunyai sejenis cairan susu. Mereka
menambil manfaat dari cairan tersebut dan membagi-bagikanya kepada di
antara mereka. Selain itu, tidak jarang pula terlihat fenomena semut yang
selalu berhenti sejenak manakala saling bertemu. Dalam sebuah cerita islami ada
yang mengungkapkan bahwa ketika semut saling bertemu, mereka saling
mengucapkan salam.
Dari penemuan tersebut,
menggali banyak pengertian bahwa sesungguhnya serangga dan kehidupanya itu
tidak jauh berbeda dengan kehidupan manusia. Dan keduanya, sama-sama
merupakan mahluk sosial dan mempunyai aturan dalam menjalankan
kehidupanya.
Namun, dari fenomena ini
pula tergambar jelas akan kelebihan manusia di antara mahluk Allah SWT.
Serangga atau semut tadi mempunyai aktivitas dan sistem pemerintahan yang sama
seperti kehidupan manusia, tetapi sistem tersebut stagnan dan tidak dapat
berkembang. Dari waktu ke waktu kehidupan semut memanglah sudah begitu dan akan
selalu begitu. Sangat berbeda dengan kehidupan manusia yang selalu berkembang
mengikuti perkembangan zaman. Dan sesungguhnya perkembangan zaman tersebut
disebabkan oleh pemikiran manusia itu sendiri.
Dalam Alquran, Allah SWT
berfirman “Sesungguhnya
Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung. Mereka
semua enggan untuk memikul amanat itu karena khawatir akan menghianatinya.
Lalu, dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya, manusia itu amat zalim
dan bodoh (QS 33:72).
Dalam ayat tersebut
menjelaskan bahwa hanya manusialah yang bersedia memikul amanah langit dan bumi.
Yaitu, dalam artian ketaatan dan pertanggung jawabanya sebagai manusia beradab.
Jika manusia berbuat baik, maka akan mendapat imbalan kebaikan pula. Dan
apabila manusia berbuat keburukan, maka akan mendapat hukuman.
Jadi, di antara semua
mahluk Allah hanya manusialah yang mau dan mampu memikul amanat dari Allah SWT.
Kemudian, karena kesanggupanya tersebut Allah SWT menjadikan manusia sebagai khalifah
fi al-ardl. Dipercayakanlah manusia untuk menjadi pemimpin di
bumi. Diciptaka-NYA segala bentuk fasilitas untuk memenuhi kebutuhan manusia
tersebut. Dalam ayat yang lain dikatakan pula bahwa semua yang ada di antara
langit dan bumi ini dihamparkan hanya untuk memfasilitasi kebutuhan manusia di
bumi.
Akan tetapi, seiring
dengan perkembangan zaman, kebanyakan manusia lupa akan kodrat dan kewajibanya
sebagai mahluk yang sempurna di hadapan Allah. Kebanyakan, akal manusia kalah
dalam memerangi hawa nafsunya. Bahkan, dalam sistem pemerintahan saat ini, jauh
lebih buruk dibanding dengan sistem pemerintahan yang dibuat oleh serangga
sekalipun. Dalam wujud kesolidaritasanya, manusia sudah tidak bisa sepemikiran,
dan justru malah terjadi perpecahan dalam mengelola pemerintahanya. Tidak
ditemukan titik temu untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi. Dan
tidak jarang pula terlihat indifidualisme antara manusia yang satu dengan yang
lainya. Walau hanya sekedar bertegur sapa pun kebanyakan manusia saat ini sudah
terlalu berat untuk melakukanya.
Dari sini, pemuda harus
mampu mendongkrak budaya maupun aturan yang semakin berantakan ini. Pemuda
harus berani memulai menciptakan suatu budaya baru untuk mengingatkan akan
indahnya kebersamaan, kedamaian, kejujuran serta segala sesuatu yang bisa
menopang keberlangsungan hidup orang banyak. Bukan pemuda yang selalu
memikirkan dirinya sendiri, ataupun pemuda yang acuh terhadap lingkungannya.
Menilik jejak
demonstrasi revolusi Mesir tahun 1919 yang dimotori oleh mahasiswa pada saat
itu, dengan salah satu tokoh terkenalnya yang bernama Amin al-Khulli. Pada saat
itu mahasiswa Mesir mampu mendongkrak, mengajak seluruh rakyat untuk melakukan
demonstrasi besar-besaran demi membela pemimpin mereka, Sa’ad Zaghlul Pasha,
yang berupaya memperjuangkan kemerdekaan Mesir dari atas. Dari proses
keberanian pemuda beserta dukungan seluruh elemen pada saat itu, mampu
memukul mundur pasukan Inggris dari Mesir, hingga akhirnya Raja Fuad berhasil
diangkat menjadi raja Mesir dengan Sa’ad Zaghlul Pasha sebagai perda
menterinya.
Dengan melihat bukti
cerita di atas, seharusnya pemuda Indonesia mampu melakukan hal yang sama.
Meski revolusi tidak selamanya bermakna demostrasi, tapi wujud perubahan dan
pergerakan positif harus selalu segera dimulai. Mengingat keadaan masyarakat
dan pemerintah yang kini bisa dikatakan bagai air dan minyak, yang bisa bersatu
hanya sebab jenisnya yang cair, tapi di sisi lain keduanya saling berupaya
memenangkan keinginan individual sendiri. Semua dipolitikkan, mengatur negara
bagai mengatur perniagaan, yang selalu mempertimbangkan keuntungan dan
kerugian.
Oleh karena itu, pemuda
harus bergerak, menjadi promotor pergerakan. Tidak boleh kalah dengan
semut, tidak boleh terbawa arus, harus berpendirian kuat, berpegang pada
keadilan, serta berjamaah untuk membangun perubahan. Pemuda harus maju, harus
mampu melihat masa depan. Bangunan bangsa, bangunan negara serta bangunan
Agama, berada pada kuasa pemuda. Yang mampu berfikir logik, bertindak cerdik
dan mampu menciptakan sesuatu yang teknik-teknik. Wallahu A’lam Bi As-shawwab.
Oleh:
Umi Sholichah, Ketua Bidang Kaderisasi PW Corps GPII Putri Jawa Tengah, Mahasiswa
Pascasarjana UIN Walisongo, Semarang dan Pengajar di PAUD Islam Mellatena,
Semarang
Sumber: Militan.co
0 Komentar