Oleh: Ma’bad Fathi Mu’tazza* |
“Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada
anak-anak terang”
Peringatan Yesus (Nabi Isa) yang pada intinya menyadarkan semua orang,
betapa lihai dan liciknya anak-anak dunia dalam mengorganisasikan kebathilan
untuk meruntuhkan kebenaran. Sekaligus menantang untuk menangkal kebathilan
dalam gerakan radikalisme dengan cara-cara lebih cerdas lagi.
Sebelumnya, yang di maksudkan yesus dengan “Anak-anak terang” adalah siapa
saja yang memilih dan memihak Kebenaran dengan sadar, serta siap-sedia
membelanya dengan seluruh jiwa-raga. Disini tidak ada sekat-sekat SARA. Semua
dipersatukan oleh iman yang sama kepada Allah yang satu dan sama, meski agama
berbeda.
Begitu juga Sebaliknya, “Anak-anak dunia” adalah mereka yang juga dengan
sadar berpihak pada kebathilan dan menyeret orang-orang lain ke kubu mereka,
kemudian memeralat mereka untuk kepentingan-kepentingan duniawi semata, yang
sifatnya sesaat dan sesat. Tetapi mereka cerdik, karena jualan mereka adalah
agama yang mereka pertuhankan dan lengkap dengan “janji surga” dan “ancaman
neraka”.
Tidak sulit untuk mengidentifikasi peristiwa, kejadian, dan fakta
radikalisme. Misalnya: kampanye hitam yang mengkafirkan dan mencap Ahok sebagai
penista agama Islam, penggunaan masjid-masjid sebagai tempat kampanye, demo
berseri dengan angka-angka simbolik ala terorisme 911, intimidasi dengan mayat
dan ayat-ayat, spanduk-selebaran intoleran dll,
Dengan metode paling sederhana yang biasa digunakan dalam
pelatihan-pelatihan, yakni metode Root Cause Analysis (RCA). Secara
sederhana, RCA diawali dengan mengidentifikasi apa yang terjadi (peristiwa,
kejadian, fakta). Menggunakan 5 W + 1 H untuk tahap identifikasi yang benar.
Mulai dari 4 W+H: What, Who, Where, When dan How.
Sesudah itu, ajukan W yang terakhir, yaitu Why, untuk
menggali dan menelusuri penyebab terjadinya masalah. Setiap kali menemukan
jawaban, ajukan terus pertanyaan “mengapa” hingga menemukan akar paling dalam
atau penyebab paling utama/awal, yang kita tercantum sebagai akar dan sumber
penyebab masalah itu.
Melanjutkan pertanyaan RCA “mengapa semua itu terjadi?”, kemudian akan
menemukan bahwa akar masalah adalah ‘keyakinan’ kaum fundamentalis. Perhatikan
rumusan hasil permenungan seorang pemimpin politik dan spiritual, Mahatma “The
Great Soul” Gandhi berikut ini: Your beliefs become your thoughts – keyakinamu menjadi pikiranmu, your thoughts
become your words – pikiranmu menjadi ucapanmu, your words become your actions –
ucapanmu menjadi tindakanmu, your actions become your habits – tindakanmu menjadi kebiasanmu, your actions
become your values – kebiasaanmu menjadi nilaimu, your values become your destiny – nilaimu
menjadi nasibmu.
Jadi sumber utama radikalisme adalah “keyakinan” para fundamentalis agama.
Karenanya, pintu masuk perubahan radikal atau penangkalan mestinya “keyakinan”
itu. Celakanya, ”keyakinan” itu sudah terkontaminasi kepentingan ekonomis dan
kekuasaan politik. Tetapi fundamentalisme atau keyakinan fanatik, harafiah,
eksklusif dan sesat seperti itu sebenarnya ada dalam semua agama.
Setelah menemukan akar atau sumber utama radikalisme pada “keyakinan”,
selanjutnya dimanakah “keyakinan” itu ditanamkan dan disebarluaskan? Metode RCA
mengkategorikan tiga jenis sumber penyebab masalah: human causes (penyebab insani, pada manusia), physical causes (penyebab
fisik), organizational causes (penyebab
organisasional).
Sesudah menemukan human causes yaitu “keyakinan sesat dan
menyesatkan” dari para fundamentalis-radikalis. Untuk menemukan physical
causes dari radikalisme, dengan bertanya: dimana keyakinan itu
disemaikan dan disebarluaskan? Ada dua tempat yang akhir-akhir ini sangat
disoroti sebagai tempat berkembang-biaknya hewan predator bernama radikalisme
yaitu rumah ibadat khususnya masjid dan sekolah/kampus.
Akhirnya, telah sampai pada resep ketiga RCA: organizational
causes. Semua sudah tahu ormas-ormas radikalis yang selalu menjadi
sumber malapetaka pemecah-belah bangsa selama ini. Sebagai bagian dari
“anak-anak terang” bergabung dalam barisan NU dan beberapa ormas nasionalis
yang sudah menuntut Pemerintah untuk membukarkan ormas-ormas intoleran
anti-kebhinekaan, anti-Pancasila dan anti-NKRI.
Selama sepuluh tahun pemerintahan SBY, ormas-ormas itu tidak hanya
dibiarkan, malah terkesan dipelihara, dielus-elus hanya karena kalkulasi
dukungan suara. Bahkan patut diduga disiapkan untuk pasca-kekuasaan. Karena itu
mereka berkembang biak seperti jamur di musim hujan. Buktinya, sudah digunakan
dengan berhasil di Pilkada DKI. Kalau dibiarkan kembali, akar-akar mereka akan
semakin kuat menghunjam Ibu Pertiwi, dan melahirkan kehancuran NKRI.
Sebagai bangsa idonesia salut dengan kebangkitan anak-anak terang yang
selama ini secara spontan mengirimkan karangan bunga, tidak hanya kepada
Ahok-Djarot, melainkan juga kepada Kapolri dan jajarannya di banyak kota, dan
kepada Presiden Jokowi. Pada Intinya: Jaga NKRI, Pancasila, Kebhinekaan dan
jangan takut membubarkan kelompok-kelompok radikal. Pertarungan terbuka
“anak-anak terang” dengan ‘senjata’ kasih dan damai, melawan “anak-anak dunia”
dengan senjata kebencian dan kekerasan, sudah dimulai.
Supaya efektif, harus berjalan bersamaan dengan upaya-upaya radikal menangkal
radikalisme. Semua itu bukan hanya tugas Pemerintah, Polri dan TNI. Itu
tugas-panggilan “anak-anak terang”, masing-masing sesuai talenta dan kompetensi
yang dimiliki. Paling sederhana: men-share peristiwa, kejadian
faktual tindak-tindak radikalis melalui medsos dan kepada pihak berwenang.
*Mahasiswa UIN Walisongo Semarang.
Sumber: Harakatuna.com
0 Komentar