Saat ini, sebagian besar masyarakat,
khususnya kalangan muda milenials lebih memilih belanja online dibanding
datang ke pasar atau tempat-tempat produksi. Cukup dengan menggunakan hand
phone atau laptop yang terhubung dengan internet, seseorang dapat mengakses
situs online shop dan melihat berbagai produk yang tersedia di
dalamnya. Hematnya lagi, dengan belanja online bisa mengamati
kemudian menaruh di keranjang online untuk disimpan terlebih dahulu, sebelum
kita memutuskan untuk membelinya.
Bahkan, setiap toko online juga
menyediakan pelayanan hotline yang tersambung dengan pemilik
toko secara langsung untuk bernegosiasi mengenai harga dan bertanya seputar
produk-produk toko online tersebut. Selain itu, toko onlinememberikan
service informasi mengenai produk yang sedang diminati oleh masyarakat, juga
kolom komentar untuk memberikan saran dan kritik. Kemudahan pelayanan inilah
yang membuat belanja online mempunyai daya tarik tersendiri.
Micheal Aldrich merupakan orang pertama
yang menemukan ide belanja online di tahun 1979. Micheal mencoba menghubungkan
channel TV domestik yang kemudian diubah ke proses transaksi real-time komputer
melalui saluran telepon domestik. Sebelas tahun kemudian, seorang peneliti dari
London, Tim Berners-Lee menemukan world-wide-web, sehingga e-commerce mempunyai
akses yang lebih luas.
Baca Juga: Ekonomi Islam dan Kesenjangan
Sosial
E-commerce menurut David Baum (1999) adalah a
dynamic set of technologies, applications, and business process that link
enterprises, consumers, and communities through electronics transactions and
the electronic exchange of goods, services, and informations. Dari
pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa e-commerce
merupakan rangkaian tekhnologi yang digunakan dalam dunia bisnis yang dapat
menghubungkan langsung antara perusahaan, konsumen, maupun komunitas tertentu
dalam melakukan jual-beli, pelayanan, informasi, maupun berbagai
transaksi onlinelainnya.
Di Indonesia saat ini banyak dijumpai
situs toko online, seperti; bukalapak, Blanja.com, Lazada
Indonesia, Tokopedia, JD.id, OLX Indonesia, Shopee Indonesia, Blibli, Elevenia,
Bhinneka, Zalora ID, dan situs perbelanjaan online lainnya.
Bahkan sekarang sosial media seperti Facebook, Instagram, dan beberapa sosmed
yang lain mempunyai servis untuk melakukan bisnis jual-beli. Setiap toko online memiliki style bisnis
yang berbeda, ada yang Business to Business (B2B), Business
to Consumer (C2B), Consumer to Consumer(C2C), Consumer
to Business (C2B), Business to Administration (B2A), Consumer
to Administration (C2A), dan Online to Offline (O2O).
Dalam hal ini, Bukalapak, Lamido,
Tokopedia, serta toko bagus termasuk model bisnis C2C, karena menyediakan sarana
penjualan dari konsumen ke konsumen. Jadi, siapapun bisa melayani pembelian,
baik perorangan maupun kelompok atau perusahaan. Sedangkan Lazada Indonesia,
BerryBenka, Zalora, dan Bhinneka termasuk model bisnis online B2C
karena mereka memiliki produk untuk dijual serta tersedia stock barang di
gudang.
Negara dengan jumlah populasi 265.4 M,
yang merupakan jumlah terbesar ke 4 di dunia, dengan pengguna internet sebesar
132.7 M, dan pengguna sosial media sebesar 130 M membuat Indonesia menjadi
salah satu negara yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan bisnis e-commerce.
Semakin berkembangnya e-commerce di Indonesia, maka semakin
tinggi pula tantangan yang akan dihadapi.
Baca Juga: Ekonomi Syariah Masih Setengah Hati
Tantangan e-commerce Indonesia
yang terjadi saat ini adalah pertama, akses internet yang tidak dapat
menjangkau seluruh wilayah, khususnya wilayah pedesaan atau pelosok. Akibatnya,
sebagian besar masyarakat masih awam dengan transaksi e-commerce.
Selain itu, tingkat kecepatan internet di Indonesia yang tergolong lambat.
Berdasarkan survei Speedtest Global Index yang dilakukan sejak
November 2016 sampai November 2017, Indonesia menempati posisi ke 93 dari 133
negara di dunia melalui koneksi kabel, sedangkan melalui koneksi mobile
Indonesia menempati urutan ke 106 dari 122 negara di dunia. Ini menunjukkan
bahwa jaringan internet di Indonesia masih sangat rendah.
Tantangan kedua datang dari produsen.
Sebelum produsen melakukan pengiriman barang, sudah seharusnya produsen
memastikan kondisi barang tersebut. Agar konsumen tidak merasa kecewa
apabila ada kecacatan pada barang tersebut. Tantangan ketiga, kondisi geografis
Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau menjadikan proses pengiriman barang
menyita banyak waktu dan kurang aman. Tantangan ke empat adalah sistem
pembayaran di Indonesia yang kurang efektif. Banyak masyarakat Indonesia yang
saat ini belum memiliki rekening, khusunya masyarakat yang berada di pedesaan.
Sehingga, masyarakat lebih memilih transaksi secara konvensional yaitu
dengan Cash on Delivery (COD), juga melalui transfer bank.
Menjadi Subjek E-commerce
Dengan fenomena e-commerce yang
berkembang pesat di Indonesia perlu dipandang sebagai peluang besar dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat. Manusia sebagai pelaku ekonomi harus mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan ini.
Para ahli memperkirakan bahwa e-commerce akan
menjadi lebih populer dari sebelumnya. Tomas Slimas, Co-founder dan Chief
Marketing Officer Oberlo yang merupakan salah satu online shop besar
di dunia, menyatakan bahwa pengusaha e-commerce akan meningkat
di tahun 2018 ini. Dengan kemudahan untuk mengakses Internet, membuka
toko online, dan mudahnya akses untuk melakukan advertising.
Pengusaha yang tidak bisa masuk ke dunia e-commerce sebelumnya
akan dapat melakukannya sekarang akan berbondong-bondong untuk masuk dengan
kemudahan-kemudahan tersebut. Ini terbukti dengan maraknya toko online sekarang.
Inilah saatnya bagi masyarakat,
khususnya anak muda Indonesia untuk membangun kekuatan dan menguasai sektor
ekonomi dengan perkembangan e-commerce, bukan menjadi konsumen.
Dengan banyaknya pengguna Internet di Indonesia, maka Indonesia akan menjadi
target pemasaran e-commerce negara-negara besar di dunia.
Menjadi entrepreneur online merupakan
kunci untuk berdaulat secara ekonomi, dan pemuda mempunyai peran strategis
dalam hal ini. Oleh karena itu, menjadi subjek di era e-commerce merupakan
cara untuk mendapatkan banyak manfaat. Subjek berperan menjadi pemain dalam
kemajuan tekhnologi ini, sehingga cara memandang peluang dan memunculkan
inovasi baru akan menjadi point penting untuk memenangkan permainan ini. Bukan
sebaliknya malah menjadi objek yang akan mengikuti jalan permainan dan penikmat
dari perkembangan tekhnologi ini.
Pemerintah pun perlu ambil bagian untuk
menyelesaikan berbagai tantangan di era e-commerce. Pemerintah harus
meningkatkan pelayanan akses internet yang cepat sampai ke wilayah pelosok
pedesaan. Pemerintah beserta tim perbankan juga perlu membangun sistem
pembayaran yang terintegrasi dengan situs-situs toko online agar
transaksi e-commerce lebih cepat dan aman. Selain sistem
pembayaran, ada juga sistem refund, yaitu pengembalian uang
secara otomatis apabila ada barang yang tidak sesuai dengan pemesanan dan ingin
dikembalikan. Dengan demikian akan membantu pengusaha-pengusaha baru untuk di
berkompetisi di era e-commerce ini.
Oleh: Hidayatur Rohmah, Wakil Sekretaris Bidang Internasional PW GPII Jateng, Mahasiswa Program Magister Fakultas Ekonomi di Jilin
University, Tiongkok
Sumber: Militan.co
0 Komentar