Oleh: Shofiya Laila Alghofariyah, Peserta Tsaqafah Asal Jepara, Ketua
Umum HMI Komisariat FITK UIN Walisongo Semarang
Universitas menjadi tempat yang ideal untuk pengembangan
ilmu pengetahuan guna memajukan peradaban. Idealnya, di dalamnya berisi kaum
muda yang sedang mengalami puber intelektualitas. Indikator orang yang tengah
mengalami siklus tersebut adalah haus akan ilmu, rajin membaca, berdiskusi,
menulis, dan kegiatan-kegiatan keilmuan lainnya.
Berdasarkan segi etimologi, universitas berasal dari kata universe
yang berarti seluruh bidang, atau biasanya kegiatan pembelajaran di
dalamnya disebut dengan kuliah yang berasal dari bahasa Arab yaitu kulliyyah
yang berarti keseluruhan. Maka, mahasiswa sebagai pemeran utama di universitas
seyogyanya memiliki bermacam-macam pemahaman dari berbagai keilmuan. Sangat
disayangkan apabila seorang mahasiswa hanya mengetahui pada satu bidang
keilmuan yang menjadi program studinya.
Namun, atmosfer pendidikan holistik mahasiswa yang tengah mengalami puber
intelektual sudah luntur. Mahasiswa sekarang terkesan mendikotomi bidang
keilmuan. Mereka hanya mau menyentuh mata kuliah yang ada pada program studi
mereka tanpa mau merambah permukaan bidang keilmuan yang lain. Padahal,
seharusnya mereka tidak hanya boleh 'banyak tahu sedikit hal' tetapi juga harus
'sedikit tahu banyak hal'.
Terbukti, seorang B.J Habibie yang mengambil disiplin ilmu
teknik mesin mampu menjadi Presiden Republik Indonesia. Untuk memduduki posisi
orang nomor satu di Indonesia, tentu membutuhkan wawasan ilmu politik yang
matang. Meskipun B.J Habibie adalah ahli teknik, tetapi ia juga belajar tentang
ilmu politik. Dengan cara mempelajari ilmu politik, maka ia tidak hanya menjadi
pelaksana industri mesin, tetapi juga menjadi penentu kebijakan serta konseptor
tentang industri mesin di Indonesia.
Tidak hanya B.J Habibie, Sang Penakluk Konstatinopel yaitu
Sultan Muhammad Al-Fatih juga mempelajari semua bidang keilmuan. Sejak kecil,
ia belajar ilmu agama, strategi perang, ekonomi, bahasa, dan lain-lain. Karena
ia tahu, untuk membangun peradaban yang berkualitas, tidak hanya perlu satu
wawasan keilmuan, tetapi berbagai macam ilmu pengetahuan. Oleh karena itu,
sudah semestinya kita merevitalisasi hakikat dari peran universitas dengan cara
menghidupkan atmosfer pendidikan holistik di dalamnya yang kita kenal dengan
konsep unity of science. Wallahu A'lamu bi Al Shawab.
0 Komentar