Oleh: Rizka Alifah, Peserta Tsaqafah Asal Kebumen,Young Researcher of Gender and
Political Islam Monash Institut
Berbagai
forum kajian keperempuanan telah membahas tema-tema keperempuanan kontemporer.
Salah satu di antaranya adalah pembahasan seputar eksistensi kaum perempuan
dalam kancah sosial. Perempuan terkadang seharusnya turut andil dalam berbagai kesempatan
sosial, tentunya masih dalam bingkai marginalisasi. Namun, terkadang pula
marginalisasi yang ada justru memposisikan kaum perempuan sebagai pihak yang
termarginalkan. Hal ini tentu menyulitkan kaum perempuan untuk mengekspresikan
diri di luar ranah domestik.
Ranah
perempuan bukan hanya persoalan dapur, sumur, dan kasur. Istilah tersebut
hanyalah bias lama yang kemudian memantik semangat feminisme sebagai ruh
gerakan-gerakan keperempuanan. Dengan demikian, bias lama yang telah berkembang
menjadi gerakan perempuan kontemporer agaknya menimbulkan persoalan yang pada
akhirnya menimbulkan efek domino berupa beragam persoalan baru.
Posisi
perempuan berada dalam ambivalensi antara muruah dan harakah. Perempuan
seharusnya menjaga dan dijaga dalam fitrah dirinya yang dimuliakan. Namun, bukan
berarti perempuan harus selalu terkungkung dalam cangkang kejahiliyahan.
Perempuan perlu membuka diri tanpa melanggar marginalisasi. Perempuan perlu
berjuang melawan dikotomi tanpa perlu mengalihkan profesi. Perempuan perlu pula
mengekspose diri tanpa perlu merendahkannya.
Binar perempuan milenial
Realita
pergerakan kaum perempuan masa kini menunjukkan adanya degradasi. Agaknya
pengaruh media tidak luput turut menyerang kaum perempuan Indonesia. Kemajuan
media telah mengalihkan fungsi alat komunikasi menjadi alat canggih dengan
fungsi kompleks. Android phone atau
gadget pintar kini menjadi alat yang tidak pernah lepas dari genggaman. Bukan
tanpa dasar, karena apabila diperhatikan, setiap penjuru sudut kota hingga
tempat-tempat umum dimana masyarakat berkumpul, hampir setiap dari mereka
tertunduk tersibukkan dengan gadget masing-masing.
Kenyataan
demikian tentu tidak baik bagi perempuan. Gadget pintar yang seharusnya bisa
dimanfaatkan sebagai media komunikasi dan belajar bagi perempuan, justru lebih
sering dimanfaatkan sebagai alat memamerkan kecantikan, mengumbar aib pribadi,
atau menyiakan waktu berharga mereka.
Peempuan seakan kehilangan muruah mereka tatkala melihat kenyataan yang
demikian.
Pendar pudar cadar
Seberapa
pentingkah muruah bagi kaum perempuan? Muruah merupakan sifat yang membedakan
antara manusia dan hewan dengan menitikberatkan pada kemuliaan akhlak. Dengan
demikian sifat muruah bagi perempuan dirasa penting guna memperkuat
eksistensinya sebagai manusia. Tugas perempuan selaku manusia bukan hanya
tentang dirinya, keluarganya, serta masyarakat sekitarnya, melainkan termasuk
pula di dalamnya tugas membangun bangsa, karena bangsa yang besar tidak
terlepas dari kerja keras perempuan yang mampu mendidik serta menjaga muruah
diri dan keluarganya.
Parameter
masyarakat terhadap paradigma muruah terkadang tidak sama. Misalkan saja, masyarakat
umum menganggap bahwa konsep cadar merupakan salah satu upaya menjaga muruah
seorang perempuan. Meskipun demikian, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya
tepat. Cadar justru membuat kiprah perempuan terbatasi. Cadar bagi minoritas
penduduk muslim Indonesia selayaknya benteng pemisah antara kaum perempuan
dengan hingar bingar sosial. Hal demikian tidak terlepas dari kenyataan bahwa
kaum bercadar memiliki perspektif muruah merupakan konsep pembatasan tak
terbantahkan dalam berbagai ranah kehidupan.
Kesalahan
paradigma cadar bukan terletak pada pemakaiannya, melainkan pada pemakainya.
Dengan kata lain, pakaian bukanlah jaminan akan baiknya muruah seorang
perempuan. Namun, tidak bisa dipungkiri pula bahwa, perempuan berhijab dan
bercadar umumnya dan seharusnya mampu menjaga muruah lebih baik karena
berkaitan dengan ketaatan mereka dalam beragama. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa, pemikiran pembatasan bagi perempuan adalah poin yang perlu
direvolusi, tentunya tanpa meninggalkan akhlak baik yang telah terbangun dalam
tradisi. Bidadari masa kini tidak lain adalah mereka yang mampu menjadi
perempuan l di era milenial. Wallahu
a’lamu bi al-shawwab.
0 Komentar