Subscribe Us

header ads

Mahasiswa itu Anarkis atau Kritis?


Oleh: Abdurrahman Syafrianto
Peserta Tsaqafah Asal Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB)

Dewasa ini, kebanyakan mahasiswa masih belum mengerti tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang mahasiswa. Mereka masih bertingkah laku layaknya seorang siswa yang kerjaanya hanya belajar dan diskusi. Ironisnya, yang dipelajari dan diskusikan hanya berputat pada pelajaran-pelajaran yang memiliki dampak kurang signifikan bagi peradaban dunia dan bangsa.
Karena itu, perlu dipahami bahwa ada tiga tugas dan tanggung jawab yang perlu diperhatikan dan diamalkan oleh mahasiswa, yaitu diskusi; aksi; dan publikasi. Manakala ketiga tugas dan tanggung jawab ini belum diamalkan, maka ia belum pantas mendapat gelar sebagai seoarang mahasiswa.
Namun dalam hal ini, mahasiswa yang hendak mengamalkan tiga tugas dan tanggung jawab tersebut, musti mendapatkan tantangan yang besar, terutama dalam melakukan aski (demonstrasi). Sebab, di era modern ini, media massa sudah tidak independen lagi, karena sudah dikuasai oleh para elite politik, sehingga seringkali menampilkan hal-hal berbau negatif terhadap gerakan mahasiswa. Sebut saja misalnya, ketika mahasiswa turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi rakyat sebagai sikap terhadap kebijkan pemerintah yang menyeleweng, media massa malah menampilkan sosok mahasiswa yang anarkis dan pembuat gaduh, sehingga secara tidak langsung pemikiran masyakat terkonstruk oleh hal yang berbau negatif terhadap mahasiswa.  Padahal, jika berfikit mendalam, maka tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut adalah wujud dari kesadaran kritis yang dimilikinya.
Berkaitan dengan kesadaran, Paulo Feriere membagi kesadaran menjadi tiga tingkatan, sebagaimana yang termaktub dalam bukunya yang berjudul Politik Pendidikan, yaitu kesadaran magis, naif, dan kritis. Pertama,kesadaran magis ini dapat dipahami dalam kehidupan sehari-hari yaitu ketika Ibu melarang anaknya untuk menduduki bantal dengan ancaman akan timbul bisul. Kedua, kesadaran naif ini dapat dilihat ketika di ujung perkuliahan, dosen bertanya kepada mahasiswa, apakah sudah paham? Kemudian, mahasiswa terdiam tidak ada yang bertanya, padahal masih ada yang ingin ditanyakan.
Ketiga, kesadaran kritis ini dapat dilihat dari kebiasaan anak kecil yang selalu bertanya, karena rasa ingin tahu terhadap suatu hal baru. Karena itu, pada hakikatnya manusia memiliki kesadaran kritis yang melakat pada dirinya, namun kesadaran tersebut dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, sehingga lingkungan yang mengekang harus dilawan.

Posting Komentar

0 Komentar