Doc. Tsaqafah |
Oleh:
Lailatus Syarifah
(Peserta Tsaqafah Nasional PW GPII Jawa Tengah; Mahasiswa
Pendidikan Matematika Universitas Islam
Negeri Walisongo Semarang)
Semakin
berkembang zaman semakin berkembang pula masalah yang akan kita hadapi.
Kemiskinan, pengangguran, kesenjangan sosial, perkampungan kumuh dan berbagai
macam masalah lain yang menanti tak kunjung mereda bahkan justru memburuk.
Tentu hal tersebut akan menjadi semacam “warisan” tersendiri bagi pemimpin
selanjutnya. Sebagai bangsa yang kaya baik secara Sumber Daya Alam (SDA) maupun
Sumber Daya Manusia (SDM), seharusnya hal tersebut bukanlah masalah yang sulit
untuk diselesaikan, mengingat banyaknya SDA dan SDM yang kita miliki. Namun,
kekurangcekatan pemerintah dalam mengoptimalkan peran kedua sumber daya
tersebut menjadi masalah baru.
Masalah
yang gencar-gencarnya menjadi sorotan publik adalah adanya ledakan jumlah
penduduk di Indonesia atau yang sering disebut sebagai bonus demografi. Bonus demografi dapat diartikan sebagai
ledakan atau bertambahnya jumlah manusia berusia produktif. Usia produktif itu
berkisar diantara 15-64 tahun. Perlu kita ketahui sejak awal bahwa bonus
demografi ini bukan masalah yang baru muncul di Indonesia. Karena berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS), sejak tahun 2012 Indonesia telah mengalami peningkatan
penduduk sebesar 49,6%. Hal ini jika disikapi secara bijaksana akan menimbulkan
keuntungan sendiri bagi bangsa Indonesia dan sebaliknya jika tidak dimanfaatkan
dengan baik, maka akan menimbulkan masalah baru bagi bangsa ini.
Dampak
buruk dari bonus demografi diantaranya adalah kemiskinan, pengangguran,
kesenjangan sosial, dan lain sebagainya. Hal ini disebabkan karena tingkat
pendidikan yang rendah terutama pada masyarakat golongan menengah ke bawah.
Selain itu, lulusan perguruan tinggi yang hanya mengandalkan ijazahnya saja
juga turut berkontribusi dalam menambah pengangguran yang akhirnya menjurus
kepada kemiskinan. Pasalnya, dewasa ini perkuliahan tidak lagi menekankan
kepada karakter kepemimpinan mahasiswa, kepekaan terhadap lingkungan, serta
jiwa kreativitas yang semakin menipis. Mahasiswa zaman sekarang hanya
difokuskan bagaimana cara mendapatkan IPK 4,0 dengan berbagai macam ikhtiar. Sehingga,
lulusan yang dihasilkan pun jauh dari harapan masyarakat luas.
Tetapi
selain kerugian tersebut, ada beberapa keuntungan yang dapat kita peroleh
ketika memanfaatkan bonus demografi ini secara maksimal. Diantaranya adalah
dapat menghasilkan peluang untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di
Indonesia, karena sepertiga pertumbuhan ekonomi disumbang oleh bonus demografi.
Jika pertumbuhan ekonomi meningkat, maka akan berpengaruh pada sektor lain,
seperti perataan pendidikan, berkurangnya kesenjangan ekonomi, tersedianya
lapangan pekerjaan dan keuntungan lain yang tidak terduga.
Kemudian
hal yang dapat kita lakukan agar tercapai keuntungan yang maksimal akan adanya
bonus demografi ini adalah dengan pemetaan keahlian penduduk di usia produktif.
Dengan begitu akan mempermudah pemerintah dalam menentukan daerah mana saja
yang penduduknya berpotensi untuk maju dalam suatu bidang, sehingga bisa
disinergikan dengan potensi daerah lain yang berbeda. Misalnya saja kota A
merupakan penghasil batik terbaik, sedangkan kota B merupakan penghasil kain
terbaik, maka keduanya dapat disinergikan agar menghasilkan produk batik
terbaik yang pantas untuk diekspor keluar negeri. Selain itu, dengan
memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia.
Pendidikan
yang terbaik akan menghasilkan manusia berkualitas dan profesional yang
tentunya berkarakter dan berjiwa kreatif. Dengan begitu, manusia berpendidikan
tadi akan memajukan bangsa dengan ide-ide kreatifnya dengan sebaik mungkin.
Namun, hal demikian tidak akan terwujud ketika tidak ada keserasian antara
pemerintah dengan masyarakat yang akan mendukung kebijakannya. Oleh sebab itu,
sangat penting sekali memilih pemimpin yang benar-benar mengerti akan kebutuhan
bangsa ini. Wallahu a’lam bi al showab.
0 Komentar