Tatkala berbicara mengenai perbedaan antara laki laki dan perempuan, hal yang terbesit ialah perbedaan jenis kelamin atau yang dikenal dengan seks. Pembahasan ini, secara bilogis akan membahas mengenai perbedaan bentuk pada tubuh, struktur organ reproduksi, tinggi badan, berat badan dan lain-lain. Di samping pembahasan jenis kelamin, yang juga menjadi pembahasan menarik adalah gender. Gender sering diartikan sebagai sekumpulan ciri-ciri khas yang dihubungkan dengan jenis kelamin seseorang dari segi identitas dan peran sosial dalam masyarakat.
Gender pernah menjadi permasalahan serius tempo dulu. Hal ini karena budaya yang ada dalam sebuah masyarakat memojokan peran perempuan dalam bertindak. Budaya setempat menganggap bahwa perempuan hanya membawa aib bagi keluarga. Pernah terjadi adanya penimpangan peran perempuan dalam memilih, entah itu memilih hidup di dunia yang menjadi neraka, atau memilih mati yang tidak akan membawa kemaluan dalam keluarga. Sejarah mencacat, ketika seorang ibu melahirkan bayi perempuan, bayi tersebut dibunuh karena tidak sanggup melihat anaknya berkembang dan disiksa di dunia.
Budaya tersebut telah ada pada ratusan tahun silam, apalagi pada zaman jahiliyah. Saat ini tentu kondisinya sudah berbeda dengan zaman dulu. Perempuan sekarang telah menikmati kebebasan memilih peran, baik peran sebagi ibu rumah tangga, sebagai anak, bahkan sebagai warna negara. Kebebasan bukan berarti harus melupakan jasa Kartini yang telah membuahkan hasil, dan hasilnya dapat dirasakan hingga sekarang. Perjuangan perempuan belum cukup sampai disini, karena peran perempuan begitu penting bagi peradaban negeri ini. Semakin berkualiatas ibu yang melahirkan anak, maka akan muncul anak yang berkualiats pula. Namun, apabila calon ibu tidak memiliki kulitas seorang ibu yang seharusnya dimiliki, maka akan hancurlah negeri ini.
Tak dapat disangkal lagi, bahwa kehadiran media hampir menginvasi seluruh kehidupan manusia. Radio, televisi, DVD, VCR, telepon genggam, mesin faks bahkan munculnya news media yakni internet yang telah menjadi bagian dari kehidupan dan manusia tidak dapat hindari penggunaannya.
Mengapa individu menggunakan media? Untuk memahami ini, Harold D Lasswell mengemukakan tiga fungsi utama media terhadap masyarakat. Fungsi pertama sebagai surveying the envonment. Media berfungsi untuk memberitahu audien mengenai apa yang terjadi disekitar mereka. Fungsi yang kedua adalah correlation of environmental parts. Melalui pandangan yang diberikan media terhadap berbagai hal yang terjadi, maka menyebabkan audien dapat memahami lingkungan sekitar lebih akurat. Peran yang ketiga ialah transmit social norms and costums. Peran media dalam menyampaikan tradisi dan nilai-nilai sosial kepada generasi audien selanjutnya.
Seiring berjalannya waktu, peran media massa meluas dengan pemanfataan media di tangan masyarakat dengan kepentingan yang berbeda-beda. Sebut saja televisi, sebelum adanya iklan penayangan televisi begitu sederhana dan memaparkan berita yang sekiranya penting untuk ditayangkan. Namun, seiring berjalannya tegnologi yang semaikin canggih, adanya pihak yang ingin mempromosikan produknya dengan membuat adanya iklan.
Dengan ini, menjadikan sebuah peluang bagi perempuan untuk menyampaikan ekspresinya dalam publik. Persedian wadah ini malah menampilkan perempuan yang melebihi kadar pada umumnya. Bukan hanya iklan yang ditayangkan di televisi, bermacam-macam produk mendesain perempuan semenarik mungkin agar produsen tertarik dengan produk yang diiklankan. Bahkan, gambar perempuan bergaya dapat dijumpai di berbagai sosmed. Wacana perempuan dalam berkiprah dalam media cetak menjadi tranding topic. Kasus Sri Hartini, misalnya. Berbagai koran nasional memberitakan kasus tersebut dengan doktrin ketidaksnggupan perempuan dalam memimpin.
Tidak cukup sampai disitu, yang lebih tragis dalam perfilman khususnya film horor di Indonesia, peranan perempuan lebih banyak tereksploitasi. Layaknya hantu kuntilanak, suster ngesot, sundel bolong, bahkan hantu valak. Tidak hanya sebagai hantu, bahkan dalam skenario sosok perempuan berperan sebagai korban. Entah, korban pembunuhan, pemerkosaan, pencabulan bahkan banyak adengan perempuan mengunakan kostum yang belum selesai dalam proses penjahitan.
Semakin maraknya media sosial yang dipenuhi dengan tampilan perempuan dengan berbagai gaya, menandakan kejenuhan perempuan dengan masalah yang dihadapi hingga mencari kesenangan yang lain hingga membuktikan masih adanya ketimpangan peranan gender. Dengan pemaparan yang tidak seharusnya dipaparkan, membuat seorang perempuan akan menjadi tontonan yang begitu menarik. Apalagi bila pemaparan tersebut terlihat oleh laki-laki berkaca putih, maka akan menimbulkan hormon seksual bahkan tidak menuntut kemungkinan akan menyebabkan pelecehan seksual.
Bagaimana hal ini dapat terjadi di era kebebasan ini? Mengapa masih terdapat ketidak seimbangan gender? Mengapa peran perempuan direndahkan di media? Karena pengalaman perempuan yang kurang bila dibandingkan dengan kaum laki-laki. Hal inilah terbukti dengan adanya ekspose perempuan di media massa.
Padahal, banyak tokoh perempuan yang berkiprah dalam berbagai bidang. Namun tidak banyak media yang mengekspose dalam tranding topic. Ironi memang, pemerintah sudah meresponsif teerhadap pendekatan gender dengan terbentuknya Kementrian Pemberdayaan Perempuan. Akan tetapi, realita yang terjadi sekarang masih banyak ketimpangan diantaranya peran perempuan dalam media massa.
Perempuan haruslah sadar akan kebebasannya dalam berperan. Sadar akan permaian media dalam mengekspose dirinya sebagai boneka yang bisa digunakan untuk menghibur. Sebagai alat pemuas agar menarik untuk diperbincangkan. Karena itu KPI harus pandai-pandai dalam memfilter media yang terlalu menyoroti perempuan sebagai pelakunya. Bila perlu harus mengeluarkan peringatan kepada pihak yang berlebihan dalam mengekspose perempuan dalam media.
Selain itu, pemerintah harus meningkatakan dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan gerakan perempuan. Dalam pelaksanaannya, perempuan membutuhkan program khusus untuk memberikan keterampilan keahlian, pembekalan bahkan pengembangan kompetensi tertentu. Keterampilan tersebut mendorong perempuan supaya mampu untuk berperan dan berpeluang untuk berkiprah serta tidak lagi terekspose dari berbagai pihak. Wallaahu a’lam bi al-shawaab.
Oleh: Siti Izha Nurdianti, Ketua Kohati HMI Komisariat Dakwah Walisongo Semarang, Wasekum Bidang Media dan Infokom PW Corps GPII Putri Jawa Tengah 2017-2020.
Sumber: Militan.co
1 Komentar
Terimakasih untuk artikelnya, silahkan kunjungi web kami
BalasHapushttp://mitoha-goldengamat.com/
http://fauziaherbal.com/obat-herbal-kanker-payudara/
http://fauziaherbal.com/obat-herbal-asam-urat