Pada awal kelahirannya yaitu sejak sukses melakukan mobilisasi rakyat dalam
rapat raksasa di lapangan IKADA, semakin banyak kaum muslimin yang datang ke
Balai Muslimin di jalan Kramat Raya No. 19 dan menyatakan hasrat dan
keinginannya untuk bergabung didalam perjuangan para mahasiswa STI (Sekolah
Tinggi Islam).
Melihat begitu besarnya simpati kaum muda terhadap perjuangan para pemuda
Islam, juga mengingat tingkatan perjuangan yang lebih memerlukan
pengorganisasian yang mantap, para mahasiswa STI merasa perlu membentuk wadah
perjuangan para pemuda Islam. Wadah itu sejak semula direncanakan untuk tidak
berafiliasi kepada sesuatu partai politik ataupun kepada organisasi yang ada.
Sejak revolusi meletus kemudian proklamasi 17 Agustus 1945, didalam
kalangan pemimpin Masyumi pada waktu itu timbul hasrat untuk mengadakan suatu
ikatan dari pemuda Islam yang bersifat militan, gerakan pemuda yang mempunyai
semangat jihad untuk kemerdekaan agama, bangsa dan tanah air. Dan yang sangat
besar sekali memberikan dorongannya kearah pembentukan organisasi tersebut
ialah M. Natsir, K.H.A. Wahid Hasjim, dan Anwar Tjokroaminoto.
Perpaduan pemikiran ketiga pemimpin ini berputar pada tiga pokok tujuan,
yang harus terdapat pada organisasi pemuda Islam Indonesia yang dicita-citakan,
yaitu pertama meliputi revolusi, kedua harus dapat menciptakan kader-kader dan
bibit pemimpin politik dari perjuangan ummat, dan ketiga harus merupakan suatu
lapangan perjuangan yang dapat mempertemukan pemuda-pemuda yang berpendidikan
sekolah umum.
Ketika semakin banyak pemuda Jakarta yang bergabung dengan markas
perjuangan Kramat Raya 19, terpikir oleh beberapa orang untuk mengganti nama
dan mengubah struktur organisasi PP STI supaya dapat menampung dan menjadi
wadah perjuangan pemuda Islam. Dalam salah satu rapat anggota STI yang dipimpin
oleh Suroto Kunto, yang dihadiri mahasiswa Sekolah Tinggi Islam, pemuda-pemuda
Islam di Jakarta, seperti Anwar Harjono, Karim Halim, Ahmad Buchari, Djanamr
Adjam, Sjadeli Muchsin, Adnan Sjahmi, Masmimar, Sjarwani, dan para pemuka Islam
yang dapat dicapai ketika itu, disepakati perubahan nama PP STI, pembuatan
anggaran dasar, dan memilih pengurus baru termasuk orang-orang di luar STI yang
bersimpati kepada perjuangan pemuda Islam.
Akhirnya organisasi baru itu bernama Gerakan, maka jelaslah bahwa sifatnya
akan selalu bergerak, menuju kearah perbaikan dan kemajuan sesuai sifat pemuda,
dinamis, lincah, cekatan, siap berkorban, tidak selalu lamban. Kata-kata pemuda
dipakai, karena wadah baru itu memang diperuntukan para pemuda, bunga bangsa.
Kata-kata Islam dipakai, karena tekanan memang diletakkan pada kata-kata
itu, memberi identitas khusus kepada segenap anggotanya, bahwa mereka adalah
pemuda Islam, yang berjuang dengan azas dan dasar ke-Islam-an, dalam mencari
ridho Allah dan ikut mempertahankan Negara Republik Indonesia.
Untuk lebih memberi penegasan lagi, bahwa pemuda Islam yang bergerak itu
memang pemuda Islam di Indonesia, maka nama Indonesia pun harus dibubuhkan
dibelakangnya, sehingga wadah baru itu nama lengkapnya adalah Gerakan Pemuda
Islam Indonesia.
Pada waktu itu menjelang sore hari 16.30 wib tanggal 2 Oktober 1945
diresmikan di Balai Muslimin dengan ketua terpilih adalah Harsono Tjokroaminoto
seorang tokoh pemuda, Moefraini Moekmin, shodancho yang melatih kemiliteran
para mahasiswa STI, A. Karim Halim, pemuda lulusan AMS. Dengan tujuan pertama
mempertahankan Negara Republik Indonesia, dan kedua mensyiarkan agama Islam.
Dengan susunan sebagai berikut:
Ketua :
Harsono Tjokroaminoto
Wakil Ketua I : A. Karim Halim
Wakil Ketua II : Moefraini Moemin
Sekretaris Umum : Anwar Harjono
Bendahara : …
Pembantu : Ahmad Buchari
Pembantu : Djanamar Adjam
Pembantu : Adnan Sjamni
GPII menempatkan diri sebagai organisasi yang bisa menerima pemuda dari
semua kalangan Islam. Bahkan dalam perkembangannya –karena sebelum ada GPII
sudah ada organisasi pemuda Islam yang mengkhususkan diri dalam perjuangan
kelasykaran, yaitu Hizbullah- maka pada tanggal 5 Oktober 1945 diadakan
kesepakatan untuk menggandengkan penyebutan GPII dengan Hizbullah. GPII garis
miring atau dalam kurung Hizbullah.
Suasana Jakarta yang amat genting pada waktu itu, dirasakan tidak kondusif
dan tidak menguntungkan perjuangan GPII. Karena itu, mendahului hijrahnya
pemerintah ke Yogyakarta, sejak 22 November 1945, GPII memindahkan pucuk
pimpinan ke Yogyakarta. Dalam suasana revolusi, pucuk pimpinan GPII pun
beberapa kali mengalami perubahan. Mula-mula Anton Timur Djailani dipercaya
memimpin GPII mengantikan Harsono Tjokroaminoto, kemudian Djailani diganti oleh
Mr. R.A. Kasmat, sebelum akhirnya kepemimpinan GPII dipercaya kepada R.H.
Benjamin.
Susunan kepengurusan PP GPII dimasa revolusi itu ialah sebagai
berikut :
· Ketua
Umum : R.H. Benjamin
· Wakil
Ketua : Mh. Mawardi
· Sekretaris
Umum : Anwar Harjono
· Sekretaris
: Daris Tamini
· Bendahara
Umum : H. Zaini Dahlan
· Wakil
Bendahara : Djindar Tamini
· Ketua
Bagian Siasat : Harsono Tjokroaminoto
· Ketua
Bagian Perencana : Burhanuddin Harahap
· Ketua
Bagian Perhubungan : Ahmad Buchari
· Ketua
Bagian Penerangan : Asdi Nardju
· Ketua
Bagian Ekonomi : Saibani
· Ketua
Bagian Sosial : Amien Sjahri
· Pembantu
Umum : Djanamar Adjam
· Pembantu
Umum : Sudjono Hardjosudiro
· Pembantu
Umum : Adnan Sjamni
· Pembantu
Umum : Muh. Koen Sjarwanie
Dalam pada itu, ditengah kesibukan para aktifis melakukan konsolidasi GPII,
di Yogyakarta terjadi sebuah peristiwa yang amat bersejarah bagi ummat Islam di
tanah air, yaitu diselenggarakan Kongres Ummat Islam Indonesia pada tanggal 7
dan 8 November 1945. Kongres akhirnya menyepakati dibentuknya partai politik
Islam, Masyumi, sebagai satu-satunya wadah perjuangan politik ummat Islam
Indonesia. Dikalangan kongres waktu itu ada dua usul tentang nama partai yang
akan dibentuk. Satu kalangan menghendaki nama Masyumi, karena sudah popular,
karena Masyumi didirikan dizaman pendudukan Jepang. Kalangan kedua mengusulkan
nama Partai Rakyat Islam. Tetapi akhirnya nama Masyumi juga yang disepakati
dengan penegasan bahwa nama itu bukan lagi singkatan dari Majelis Syuro
Muslimin Indonesia. Karena itu lalu disebut “Partai Politik Islam Masyumi”
- Bahwa
GPII adalah satu-satunya gerakan pemuda Islam dalam lapangan politik.
- Bahwa
Hizbullah adalah satu-satunya gerakan pemuda Islam dalam lapangan militer.
- Bahwa
Sabilillah adalah satu-satunya lapangan gerakan ummat Islam dalam militer
dan perlawanan.
Dari saat berdirinya sampai dipaksa membubarkan diri oleh pemerintah yaitu
pada tanggal 10 Juni 1963 Presiden Soekarno membubarkan Gerakan Pemuda Islam
Indonesia (GPII) dengan KEPPRES RI NO. 139/1963 yang menyatakan organisasi GPII
termasuk bagian-bagiannya/cabang-cabang/ranting-rantingnya diseluruh wilayah
Indonesia sebagai organisasi terlarang dan diperintahkan untuk menyatakan
pembubaran organisasi GPII dalam waktu 30 hari sejak tanggal tersebut. Sampai
sekarang ini keppres tersebut belum pernah dicabut dan beberapa tokohnya
ditangkap dan dipenjarakan oleh rezim orde lama tanpa ada proses pengadilan.
- Peristiwa
Cikini, 30 November 1957, kunjungan Presiden Soekarno ke sekolah Perguruan
Cikini sekolah dasar dan menengah, sejumlah granat meledak dan menelan
banyak korban, walaupun Presiden Soekarno selamat.
- Peristiwa
lapangan IKADA, tahun 1962, penembakan Presiden Soekarno pada sholat Idul
Adha.
Wawasan idealisme GPII ternyata telah tumbuh pada pemuda yang tergabung
dalam organisasi Pemuda Persatuan Ummat Islam (PPUI). Karena itu rehabilitasi
yang diupayakan GPII mendapat sambutan dan pernyataan kesediaan dari PPUI yang
menerima amanah tersebut. Sementara itu Persatuan Ummat Islam (PUI) yang
menjadi induk dari PPUI ternyata sangat memahami dan sangat peduli terhadap
permasalahan GPII saat itu. PUI mendukung niat dan kesediaan PPUI meskipun
konsekuensinya PUI harus melepaskan anak organisasinya itu. Tindak lanjutnya
ialah dalam Muktamar I PPUI tanggal 29 Juli – 1 Agustus 1967 di Bandung, dengan
restu yang ikhlas dari PUI, diputuskan PPUI berstatus mandiri, tidak lagi menjadi
organisasi bagian atau asuhan PUI. Keputusan Muktamar PPUI tersebut secara
implicit bermakna kesiapan PPUI menerima amanah idealisme dan perjuangan GPII.
Kesiapan PPUI ini merupakan jembatan bagi rehabilitasi gaya GPII. Langkah
awal pun dimulai, dalam Sidang Dewan Organisasi (SDO) GPII terakhir yang
diselenggarakan di Masjid Agung Al-Azhar Jakarta, 1 – 2 Oktober 1967,
dilaksanakan serah terima misi dan platform perjuangan GPII dilimpahkan kepada
PPUI.
Sidang Dewan Organisasi terakhir GPII tahun 1967 ditetapkan sebagai SDO I
PPUI. SDO II dan Mukernas PPUI dilaksanakan di Solo tanggal 10 – 13 November
1968, untuk memantapkan proses serah terima misi GPII kepada PPUI. Setelah
program pemantapan itu dipandang cukup merata, pada tanggal 2 – 6 Oktober 1969
di Jakarta diselenggarakan SDO III PPUI untuk lebih memantapkan keberadaan PPUI
sebagai pengemban misi GPII. Dalam SDO III inilah disepakati perubahan nama
PPUI menjadi Gerakan Pemuda Islam (GPI).
Dalam upaya melaksanakan mekanisme suksesi kepemimpinan sebagaimana diatur
dalam Anggaran Dasar GPI, pada tanggal 2 – 5 Oktober 1972 diselenggarakan
Muktamar di Solo yang disepakati sebagai Muktamar II GPI (melanjutkan
periodesasi yang dimulai dengan Muktamar I PPUI). Kemudian Muktamar III GPI
diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 2 – 5 Oktober 1976. Sedangkan Muktamar
IV baru dapat diselenggarakan tanggal 4 – 7 November 1996/ tanggal 22 – 25
Jumadil Akhir 1417 H di Bekasi. Lamanya tenggang waktu antara Muktamar III dan
IV disebabkan factor eksternal yang sangat represif sehingga menyulitkan GPI
beraktifitas secara wajar.
Dalam Muktamar V GPI pada tanggal 29 September – 3 Oktober 1999 di
Surabaya, sebenarnya sudah diagendakan untuk digunakan kembali nama GPII.
Karena tidak ada alasan lagi untuk tetap menggunakan GPI, karena rezim
pemerintah yang melarang GPII dihidupkan kembali (rezim orde baru) telah
tumbang. Namun kelompok tokoh tua yang punya kepentingan politis yang dimotori
Drs. Anwar Shaleh, berupaya keras menggagalkan agenda kembali ke GPII tersebut.
Sehingga agenda pembahasan nama GPII yang mestinya dilakukan setelah pemilihan
ketua umum, ditiadakan begitu saja.
Peserta muktamar yang tidak puas dengan hasil muktamar ini kemudian
mendeklarasikan diaktifkannya kembali GPII di Jakarta pada tanggal 8 Oktober
1999 dengan Ketua Umum Darwin dan Sekjan St. Sorichi Purwadi.
- Anggaran
Dasar untuk pertama kalinya disahkan dalam Musyawarah Pemuda Islam
Indonesia pada tanggal 2 Oktober 1945 di Gedung Balai Muslimin jalan
Kramat Raya No. 19 Jakarta.
- Disempurnakan
dan disahkan dalam Muktamar ke-7 GPII tahun 1956 di Surabaya.
- Disempurnakan
dan disahkan dalam Muktamar ke-8 GPII tahun 1958 di Jakarta.
- Disempurnakan
dan disahkan dalam Konperensi Besar Pemuda Persatuan Ummat Islam (PPUI)
tanggal 30 Rajab 1384 H / 5 Desember 1964 M di Majalengka, Cirebon, Jawa
Barat (sebab GPII pada tanggal 10 Juni 1963 Presiden Soekarno
membubarkan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII)
dengan KEPPRES RI NO. 139/1963).
- Disempurnakan
dan disahkan dalam Sidang Dewan Organisasi (SDO) III PPUI tanggal 24 Rajab
1389 H / 6 Oktober 1969 M di Jakarta dengan pergantian nama PPUI menjadi
Gerakan Pemuda Islam (GPI).
- Disempurnakan
dan disahkan oleh Sidang Dewan Organisasi (SDO) GPI tanggal 2 Oktober 1979
di Jakarta.
- Disesuaikan
kemudian dengan UU Keormasan No. 8 tahun 1985 dalam Sidang Dewan
Organisasi (SDO) GPI tanggal 5 Oktober 1987 di Mega Mendung, Bogor, Jawa
Barat.
- Disempurnakan
dan disahkan dalam Muktamar IV GPI tanggal 22 – 25 Jumadil Akhir 1417 H /
4 – 7 November 1996 M di Islamic Center Bekasi, Jawa Barat.
- Disempurnakan
dan disahkan dalam Muktamar V GPI tanggal 19 – 23 Jumadil Akhir 1420 H /
29 September – 3 Oktober 1999 M di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, Jawa
Timur dengan pergantian azas Islam.
- Disempurnakan
dan disahkan dalam Muktamar VI GPI tanggal 24 – 27 Muharam 1424 H / 27 –
30 Maret 2003 M di Asrama Haji Bekasi, Jawa Barat.
- Disempurnakan
dan disahkan dalam Muktamar VII GPI tanggal 21 – 24 Rabiul Akhir 1428 H /
09 – 12 Mei 2007 M di Asrama Haji Bengkulu, Propinsi Bengkulu.
- Konggres
dan Muktamar Bersama Medan, Provinsi Sumatera Utara (2013)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah terpecah dan memisahkan diri, Gerakan
Pemuda Islam (GPI) bersatu kembali ke dalam satu organisasi Gerakan Pemuda
Islam Indonesia (GPII).
Mantan Ketua Umum GPII Ahmad Toha Almansur dalam surat elektronik yang
diterima di Jakarta, Sabtu, menyebutkan bersatunya kembali GPI ke GPII
merupakan hasil dari kongres di Medan 9-12 Desember 2013 yang menyepakati
semangat persatuan umat Islam di organisasi itu.
Setelah sekian lama dilakukan upaya menyatukan kembali organisasi pemuda
yang terpecah dalam dua wadah tersebut akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk
bersatu dalam satu wadah GPII.
"Ini mengharukan karena kesepakatan untuk kembali dalam satu wadah
dapat terlahir melalui proses yang singkat dan penuh ukhuwah," katanya.
Upaya menyatukan kembali organisasi yang berdiri pada 1945 itu telah
dilakukan oleh beberapa tokoh Islam ini selalu mengalami kegagalan. Namun
berkat kesepakatan-kesepakatan informal sebelum Muktamar akhirnya penyatuan
kembali GPI-GPI.
"Ini merupakan produk kebesaran jiwa dari para senior kami serta
kelapangan dada para pimpinan di tingkat pusat maupun wilayah dan cabang
GPI-GPII. Semangat seperti ini pantas menjadi contoh untuk membangun ukhuwah
Islamiyah," kata Toha.
Kongres juga menjadi forum pertanggungjawaban kedua organisasi kepemudaan
tersebut. Dalam kongres tersebut juga berhasil memunculkan ketua umum baru.
Dalam pemungutan suara, Tubagus Mohammad Sholehuddin memperoleh 173 suara
sedangkan Karman mendapatkan 187 suara.
Karman (31 tahun) dikenal sebagai kader GPI yang masih sangat muda namun
dengan kekuatan tim sukses yang solid, ia berhasil mengungguli seniornya,
Tubagus (39 tahun).
"Bagaimana menyatukan dua organisasi di PW, PD dan atau PC merupakan
tugas yang memakan banyak energi, dan ini adalah menjadi fokus utama kita ke
depan," kata Karman seusai terpilih sebagai ketua umum periode 2013-2016.
Selain itu, penyatuan ini mesti disosialisasikan ke seluruh kader se
Indonesia dan masyarakat. "Mudah-mudahan ini bisa menjadi inspirasi bagi
semua pihak bahwa kita bisa bersatu," katanya.
GPII merupakan organisasi Islam yang berdiri pada 1945 dan terlibat dalam
perjuangan mempertahankan kemerdekaan. GPII sempat berbeda pendapat dengan
rezim yang berkuasa. Pada 1970-an organisasi ini berganti nama menjadi GPI.
Setelah reformasi GPI mencoba berubah kembali menjadi GPII tapi gagal
bahkan pecah menjadi dua organisasi yakni GPI dan GPII. Kongres bersama di
Medan merupakan upaya melanjutkan islah dan berhasil melahirkan kesepakatan
untuk kembali satu dengan nama GPII. Sumber: Republika.co.id
13. Muktamar GPII Lombok, NTB (26-30 Nopember 2017).
13. Muktamar GPII Lombok, NTB (26-30 Nopember 2017).
0 Komentar